Industri Persusuan Indonesia Masih Tertinggal

Semua pemangku kepentingan harus membangun ekosistem industri susu yang lebih berkelanjutan. Jika semua bekerja sama dan fokus pada peningkatan kapasitas peternak, ketahanan pangan di sektor susu bisa tercapai.

Permintaan susu di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang. Dengan populasi yang terus bertambah dan meningkatnya tingkat konsumsi produk susu, kebutuhan akan susu segar di dalam negerisemakin tinggi dari tahun ke tahun. Namun, di balik tingginya konsumsi, industri peternakan sapi perah dalam negeri masih menghadapi berbagai kendala yang menghambat pertumbuhannya. Salah satu tantangan utama adalah struktur peternakan yang masih didominasi oleh peternak skala kecil. Kondisi ini menyebabkan produktivitas dan efisiensi usaha peternakan susu di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain yang memiliki sistem peternakan lebih maju. Mayoritas peternak sapi perah di Indonesia masih merupakan peternak rakyat dengan skala kecil. Sekitar 80 % produksi susu di Indonesia masih berasal dari peternak rakyat, yang hanya memiliki sekitar 2-5 ekor sapi. Dengan rata-rata produksi susu di peternakan rakyat hanya sekitar 12,5 liter per ekor per hari. Angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain yang telah memiliki industri persusuan yang maju. Sebagai perbandingan, Arab Saudi memiliki hampir 190.000 ekor sapi perah dalam satu perusahaan peternakan besar yang mampu menghasilkan susu dalam jumlah besar dengan efisiensi tinggi. Peternakan susu di Indonesia masih jauh dari skala industri yang dapat menghasilkan susu dalam jumlah besar dan efisien. Kondisi ini membuat industri persusuan di Indonesia belum mampu bersaing dengan negara lain yang lebih maju dalam hal teknologi dan skala produksi.

Tantangan Peternak

Rendahnya produktivitas ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya pengetahuan tentang manajemen pakan dan kesehatan hewan. Faktor lingkungan di Indonesia, terutama suhu dan kelembapan yang tinggi, menjadi tantangan tersendiri bagi sapi perah. Sapi perah sangat sensitif terhadap stres panas. Adopsi teknologi modern dalam pengelolaan kandang, seperti sistem ventilasi yang baik dan penggunaan kipas, menjadi hal yang sangat diperlukan untuk menjaga kenyamanan sapi. Selain itu, penyakit mulut dan kuku (PMK) yang sempat merebak di Indonesia juga menjadi ancaman besar bagi peternak. Kurangnya biosekuriti di peternakan rakyat mempercepat penyebaran penyakit ini. Banyak peternak yang tidak menyadari pentingnya biosekuriti dan seringkali membiarkan orang luar masuk ke kandang tanpa prosedur keamanan yang ketat. Di Jepang, ketika terjadi outbreak PMK, dalam waktu satu hari mereka langsung menutup akses dan membakar ternak yang terinfeksi. Sedangkan di Indonesia malah membiarkan pejabat dan peternak berpindah dari kandang terinfeksi ke kandang sehat tanpa protokol yang tegas. Dari sisi reproduksi, banyak peternak yang masih kesulitan dalam menerapkan manajemen reproduksi sapi perah. Mereka belum paham bagaimana mengatur siklus kawin sapi agar produktivitas tetap terjaga. Padahal, ini sangat penting untuk keberlanjutan usaha mereka. Inseminasi Buatan (IB) harus lebih banyak disosialisasikan agar peternak bisa meningkatkan kualitas genetik sapi mereka. Permasalahan lain yang dihadapi peternak adalah harga jual susu yang tidak stabil. Banyak peternak merasa dirugikan karena harga susu yang rendah. Harga susu segar sering kali tidak sebanding dengan biaya produksi. Peternak tidak pernah meminta harga tinggi, hanya ingin harga yang wajar. Jika ditanya berapa, jawabannya selalu dua kali harga konsentrat. Bahkan mereka tidak pernah menghitung tenaga mereka sendiri. Selain melalui koperasi, peternak harus mulai berpikir untuk melakukan diversifikasi produk, mengolah sendiri susu mereka agar nilai jualnya lebih tinggi. Jika hanya menjual susu segar, maka keuntungannya kecil. Peternak bisa mulai mengolah susu menjadi produk seperti yoghurt atau keju agar nilai jualnya lebih tinggi. Pelatihan dalam pengolahan susu dan kewirausahaan kini dirasa penting guna membantu peternak meningkatkan pendapatan mereka. Indonesia masih menjadi salah satu negara pengimpor produk susu terbesar di dunia. Indonesia masih berada di urutan ke-6 di dunia sebagai pengimpor susu. Hampir Rp 30 triliun setiap tahun untuk impor susu. Terhitung hingga saat ini, sekitar 80 % kebutuhan susu nasional masih dipenuhi dari impor. Jika tidak segera membangun ekosistem peternakan yang lebih kuat, maka ketergantungan ini akan semakin besar. Di sisi lain, kerja sama antara peternak dan industri pengolahan susu menjadi hal penting, agar peternak memiliki pasar yang lebih pasti.Sayangnya, masih banyak industri yang lebih memilih bahan baku impor. Dari 86 industri pengolah susu (IPS) yang ada di Indonesia, hanya 14 yang menyerap susu segar dari peternak lokal. Kondisi ini menyebabkan banyak peternak kesulitan menjual susu mereka dengan harga yang layak. Harapannya, ada kebijakan yang mendorong industri untuk lebih banyak menyerap susu segar dari peternak lokal. Pemerintah dalam hal ini memiliki andil besar untuk mendukung sektor ini. Lagi-lagi dengan regulasi lebih berpihak pada peternak kecil yang sangat dibutuhkan.

Langkah Strategis
Saat ini, pemerintah tengah menggulirkanprogram Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diharapkan dapat meningkatkan konsumsi susu dalam negeri. Jika program ini berjalan dengan baik, permintaan susu segar akan meningkat, dan ini harus diimbangi dengan peningkatan produksi di dalam negeri. Investasi dalam peternakan susu harus dipercepat. Pembentukan lembaga susu seperti J-MILK di Jepang bisa menjadi salah satu langkah strategis, di mana peternak, industri, dan pemerintah duduk bersama untuk menetapkan kebijakan harga dan kualitas susu. Dengan adanya forum seperti ini, bisa dipastikan bahwa industri susu di Indonesia dapat berkembang secara berkelanjutan. Lebih lanjut, pengembangan sapi perah lokal yang lebih adaptif terhadap iklim Indonesia pun menjadi krusial. Saat ini, banyak sapi perah yang diimpor dari negara-negara dengan iklim yang berbeda. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengembangkan sapi perah yang lebih tahan terhadap kondisi tropis di Indonesia. Dalam jangka panjang, sebaiknya pemerintah lebih fokus pada investasi di sektor ini. Jika ingin mencapai swasembada susu, kebijakan yang jelas dan berkelanjutan harus segera diterapkan. Seperti dengan melakukan investasi pada teknologi dan infrastruktur untuk meningkatkan produksi susu nasional. Negara-negara seperti Jepang dan Arab Saudi telah berhasil meningkatkan produktivitas sapi perah mereka dengan menerapkan sistem peternakan modern dan pengelolaan pakan yang efisien. Indonesia bisa memulai mengadopsi praktik serupa. Peningkatan skala usaha juga menjadi salah satu solusi. Peternak dengan skala kecil akan sulit berkembang tanpa dukungan teknologi dan akses ke pasar yang lebih luas. Sementara di negara lain, koperasi peternak berperan besar dalam membantu peternak mendapatkan akses ke pembiayaan dan pasar. Di Thailand misalnya, 40 % dari produksi susu harian mereka langsung diserap oleh program susu sekolah yang dibiayai oleh APBN. Indonesia juga bisa melakukan hal yang sama untuk memberikan pasar yang lebih pasti bagi peternak lokal. Dengan adanya program seperti pemberian subsidi pakan dan akses pelatihan yang lebih luas, peternak bisa jauh lebih berkembang. Apabila Indonesia mendambakan pencapaian swasembada susu, peternak harus diberikan ilmu, keterampilan, dan dukungan regulasi yang memadai. Pemerintah perlu lebih aktif dalam memberikan dukungan kepada peternak, hadir dengan program yang benar-benar membantu peternak, bukan hanya sekadar wacana. Jika tidak ada kebijakan yang berpihak pada peternak, sektor ini akan sulit berkembang. Meskipun berbagai tantangan di depan mata, namun industri peternakan sapi perah di Indonesia tetap optimis dapat berkembang. Dengan catatan adanya sinergi antara peternak, industri, dan pemerintah. Semua pemangku kepentingan harus membangun ekosistem industri susu yang lebih berkelanjutan. Jika semua bekerja sama dan fokus pada peningkatan kapasitas peternak, ketahanan pangan di sektor susu bisa tercapai.

Prof. Epi Taufik (Staf Dosen IPTP)
Tim Pakar Bidang Keahlian Susu, Badan Gizi Nasional, Republik Indonesia

Sumber: https://online.fliphtml5.com/dmqps/loan/#p=1