Respon Fisiologi Sapi FH yang Diberi Pakan Pelepah Sawit
Ketersediaan sumber pakan menjadi salah satu kendala yang menghambat pengembangan produksi sapi perah di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan, seperti peningkatan penggunaan lahan hijauan dengan sistem bertingkat, pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber hijauan, dan penyediaan pakan alternatif lain. Hasil samping atau limbah dari kelapa sawit berpotensi menjadi sumber pakan alternatif untuk mengembangkan usaha peternakan.
Tim peneliti yang terdiri dari Afton Atabany dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (Fapet IPB), A. Ghiardien dari Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasajana IPB beserta, B. P. Purwanto dari Program Diploma IPB meneliti respon fisiologi sapi Friesian Holstein (FH) laktasi dengan substitusi pakan pelepah sawit dengan jumlah yang berbeda.
“Pemanfaatan limbah perkebunan sawit menjadi sangat potensial menjadi salah satu alternatif penyedia sumber pakan untuk ternak perah di Indonesia,” tutur Afton.
Tim ini melakukan percobaannya dengan menggunakan sapi FH laktasi pertama bulan kelima sebanyak empat ekor ternak berumur 24-36 bulan yang berada di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Balai Pembibitan Peternakan, Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Sapi tersebut dipelihara dan diberikan pakan hijauan rumput raja (RR) dan daun pelepah sawit (DPS).
Penelitian ini mengamati respons fisiologis sapi yang diberi perlakuan seperti suhu rektal, suhu tubuh, frekuensi pernafasan dan denyut jantung. Serta mengamati faktor lingkungan diantaranya suhu udara dan kelembaban.
Dari hasil percobaannya peneliti ini menjelaskan bahwa jumlah subtitusi pelepah sawit yang berbeda di dalam pakan ternak sapi perah selama penelitian tidak berpengaruh nyata terhadap suhu rektal, suhu permukaan tubuh dan suhu tubuh sapi perah. Suhu rektal selama perlakuan pemberian pelepah sawit berkisar antara 38-39 derajat Celsius. Akan tetapi substitusi pelepah sawit dalam jumlah yang berbeda berpengaruh nyata terhadap denyut jantung sapi perah. Denyut jantung yang didapatkan pada substitusi 75 persen pelepah sawit di dalam hijauan (72,15 kali per menit) lebih besar dibandingkan dengan kontrol (66,05 kali per menit), 25 persen (70,92 kali per menit) dan 50 persen (69,26 kali per menit).
“Tingginya frekuensi deyut nadi, dapat disebabkan tingginya beban panas dari dalam dan luar tubuh. Pakan dengan kualitas rendah menyebabkan proses fermentasi di dalam rumen lebih lambat, sehingga panas yang dihasilkan dari energi untuk proses metabolisme tubuh lebih kecil dan berpengaruh terhadap peningkatan denyut nadi. Hal ini dikarenakan salah satu fungsi protein adalah untuk menyediakan energi bagi proses metabolisme tubuh,” ujarnya.
Peneliti ini menjelaskan bahwa substitusi pelepah sawit segar yang telah dicacah dalam persentase yang berbeda dalam pakan ternak tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap laju respirasi. “Kenaikan nilai laju respirasi yang terjadi merupakan reaksi sapi terhadap perubahan suhu lingkungannya dan berdampak terhadap naiknya produksi panas di dalam tubuh ternak,” ungkapnya.
Respon fisiologis (suhu tubuh, detak jantung, laju respirasi, suhu rektal kecuali detak jantung) tidak dipengaruhi oleh perlakuan perbedaan jumlah subtitusi pelepah sawit dan secara umum masih normal. Responfisiologis secara umum mengalami peningkatan dan penurunan mengikuti perubahan kondisi lingkungan dimana kondisi lingkungan selama penelitian cenderung panas dengan cekaman stress ringan sampai dengan sedang. (ipb.ac.id)